Jika hingga batas waktu yang ditentukan tidak ada delegasi yang diajukan, BEM memberikan dua opsi: pembekuan HMPS atau penunjukan presiden mahasiswa melalui aklamasi. Kebijakan ini memicu pertanyaan dan kekhawatiran di kalangan mahasiswa. Beberapa narasumber menyoroti mengapa BEM tidak memanfaatkan staf internalnya yang masih muda dan aktif untuk maju sebagai calon, dan justru menekan HMPS dengan ancaman pembekuan.
Sejumlah pihak mempertanyakan urgensi kebijakan ini, termasuk potensi BEM menggantikan fungsi HMPS jika kebijakan tersebut benar-benar diberlakukan.
Salah satu organisatori menyebutkan akar masalahnya terletak pada ketidakstabilan dan ketidakjelasan sistem di tubuh BEM. Beberapa poin pentingnya adalah stabilitas eksekutif yang diragukan, kekhawatiran HMPS harus menanggung beban jika kader yang dikirim mengalami kesulitan, arah dan tujuan kerja BEM yang belum jelas, stigma perlakuan buruk terhadap kader HMPS yang masuk ke BEM, serta timeline PEMIRA dan alur birokrasi yang membingungkan.
Rangkaian pertanyaan ini mencerminkan keresahan mahasiswa terkait proses Pemira. Mahasiswa menuntut keterbukaan informasi dan komunikasi yang jelas dari pihak eksekutif, agar jalannya demokrasi kampus dapat terlaksana dengan baik dan adil bagi semua pihak.